Tauhid yang Kokoh

Setiap kali kita menjalankan shalat, baik pada rakaat kedua maupun rakaat terakhir kita senantiasa berikrar “asyhadu alla illaha illallah; wa asyhadu anna muhammadar rasulullah ini artinya, “aku  (bersaksi mengakui)  bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi (mengakui) bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah.” Inilah dua kalimat syahadat yang wajib kita baca, renungi, dan amalkan nilai-nilai yang ada di dalamnya.

Syahadat itu sendiri bermakna “pengakuan.” Dengan demikian, didalam syahadat terdapat unsur pengakuan. Pengakuan terhadap apa? Jawabnya adalah pengakuan terhadap dua hal. Pertama, pengakuan bahwa tiada tuhan yang patut disembah selain Allah SWT. Kedua, pengakuan bahwa rasullulah Muhammad saw. adalah utusan Allah. Pengakuan pertama disebut sebagai syahadat tauhid dan pengakuan kedua disebut syahadat rasul. Dua kalimat syahadat ini menjadi syarat utama bagi seseorang untuk menjadi seorang muslim, seorang yang tunduk patuh terhadap perintah Rabbnya.

Saudaraku,  mari kita menafakuri diri. Sudahkah kita menepati janji kepada Allah Ta’ala? Betulkah kita tidak mempertuhankan apapun selain dia? Benarkah kita beribadah karena Allah Ta’ala? Jangan-jangan kita bersyahadat hanya dalam mulut saja, tapi tidak dalam perbuatan. Jangan-jangan kita lebih takut kepada suami atau istri, atasan, dan anak-anak daripada takut kepada Allah SWT. Jangan-jangan kecintaan kepada manusia lebih besar daripada kecintaan terhadap Allah SWT. Astagfirulllah.

Lihatlah betapa kokohnya keimanan dan ketauhidan sahabat Bilall bin Rabah ra. kepada Allah Azza wa Jalla. Dia memilih disiksa oleh kaum kafir Quraisy daripada harus tunduk pada mereka. Dia dipaksa untuk keluar dari Islam dan kembali menyembah berhala. Namun, dia tetap bertahan dalam keyakinannya. Dia lebih memilih disiksa di padang pasir, dibawah terik matahari, dimana dadanya dibebani dengan sebuah batu besar. Beratnya siksaan yang Billal terima, sekali lagi, tidak membuat tauhidnya terkikis. Tidak sedikit pun ada rasa takut atau penyesalan dalam dirinya. Tiada keluhan yang keluar dari lisannya, yang ada hanyalah zikrullah.

Allahu Ahad, Allahu Ahad…Ahad…Ahad…Ahad. Allah Maha Esa, Esa, …Esa … Esa. Itulah Billal. Dia terus-menerus mengucapkan asma Allah dan menguatkan hatinya untuk tidak berpaling dari Allah SWT.

Pelajaran berharga tentang kuatnya keyakinan kepada Allah Azza wa Jalla diberikan pula oleh bunda Hajar, istri nabi Ibrahim as. Suatu saat baliau berada di padang pasir yang tandus berdua dengan bayinya yang masih merah. Tidak ada makanan, tidak ada perbekalan, tidak ada alat komunikasi, tidak ada tabungan, dan tidak pula ada orang lain yang bisa menolong mereka untuk bisa bertahan di padang tandus itu. Hanya keyakinannya yang kokohlah yang membuatnya bisa bertahan. Bunda Hajar sangat yakin bahwa tiada tuhan selain Allah SWT. Dialah Allah Ta’ala yang diyakininya sebagai satu-satunya yang dapat menolongnya. Dan ternyata benar! Zat yang Maha Kuasa tidak membiarkan Hajar dan bayinya, Ismail as. kelaparan. Allah Ta’ala menciptakan bagi mereka mata air zamzam yag terus mengeluarkan air sampai sekarang.

Saudaraku, selain Rasullullah saw. dan para nabi lainnya, jadikanlah Billal bin Rabah dan Hajar sebagai bagian dari guru besar tauhid yang kuat. Kala kita terpuruk tidak ada tempat meminta pertolongan, tidak ada pasangan tempat berbagi suka dan duka, dan lainnya, maka hanya kepada Allah Ta’ala kita mengadukan segala isi hati; tidak kepada selain-Nya. Yakinilah bahwa Allah akan menolong kita. Allah akan selalu bersama kita. Tentu saja, apabila kita berusaha untuk terus mendekat kepada-Nya. (Ninih Mutmainnah)