Anak Ingin Masuk Pesantren, Tapiii

Berbicaralah apa adanya. Insya Allah, mereka akan siap membantu. Para pengelola pesantren tidak mendirikan pondok untuk kepentingan komersil, tapi semata-mata untuk beribadah dan berkhidmat kepada umat.
Assalamu’alaikum Teh Ninih. Saya seorang ibu dari 3 anak. Dua tahun terakhir ini kondisi ekonomi kami sedang turun. Anak saya yang kedua sekarang kelas enam di sekolah Islam. Dia ingin masuk pesantren setelah tamat SD. Melihat kondisi sekarang, rasanya saya tidak sanggup untuk memasukkan anak ke pesantren terkait biaya. Hal ini sangat dilematis mengingat anak saya tetap memiliki kemauan yang kuat untuk belajar di pesantren. Mohon masukannya Teh, karena kemauan anak saya sangat kuat masuk pesantren tetapi tidak sanggup dari sisi biaya. Terimakasih teh.
Ibu Lusi, Cibaduyut
Jawab:

Wa’alaikumussalam wwb.
Segala puji bagi Allah Yang Mahakuasa untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada hamba-hamba yang dikehendakinya.
Pertama, ibu layak bersyukur kepada Allah Ta’ala karena memiliki anak yang insya Allah saleh. Untuk zaman sekarang, tidak mudah mencari anak yang memiliki kemauan kuat untuk mencari ilmu agama. Ketika sementara orangtua “memaksa” anaknya untuk masuk pesantren, anak ibu malah sebaliknya, dia yang “memaksa” ibu agar memasukkannya ke pesantren. Ini termasuk anugerah yang amat layak untuk kita syukuri. Sesungguhnya, di antara tanda kecintaan Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah dengan menjadikan hamba tersebut memiliki kepahaman dalam hal agamanya. Dan, masuk pesantren termasuk salah satu jalan terbaik untuk menjadi seorang hamba yang fakih dalam agama.

Kedua, dengan segala keterbatasan yang ada, jangan sampai ibu mematahkan semangat anak untuk belajar agama. Jangan hanya karena tidak punya biaya, kita padamkan semangat anak untuk belajar, baik dengan kata-kata ataupun sikap. Termasuk, kita langsung menyerah dan menyuruh anak untuk tidak sekolah misalnya. Ingatlah Ibunda Imam Asy-Syafi’i. Beliau hanya seorang diri mengurus anaknya karena suaminya telah wafat. Hidup serba kekurangan. Namun, hal itu tidak menyurutkannya untuk menghantarkan anaknya menjadi ulama besar. Maka, beliau menggendong Asy-Syafi’i kecil dari Palestina menuju Mekkah dan Madinah, yang berjarak ribuan kilometer, agar sang anak bisa belajar Islam kepada para ulama di sana.

Ketiga, setiap manusia pasti memiliki masalah, berat ataupun ringan. Maka, jalan terbaik segera menghadap kepada Allah, bersujud di hadapan-Nya, rendahkan diri serendah-rendahnya, ungkapkan permsalahan yang tengah kita hadapi (walau Allah Mahatahu dengan apa yang kita alami), lalu mohonkan solusi kepada-Nya. Allah menguasai setiap masalah beserta solusinya. Sangat mudah bagi-Nya untuk memberikan solusi terbaik bagi kita. Apabila kita yakin dan bersungguh-sungguh, Allah Ta’ala pasti akan membuka jalan-jalan solusi bagi kita.

Keempat, setelah menghadap kepada Allah, lakukannya ikhtiar secara fisik. Ibu bisa mencari informasi tentang pesantren mana saja yang bisa dimasuki anak. Ibu jangan sungkan untuk bertanya dan meminta rekomendasi kepada pihak sekolah atau guru-guru tempat anak ibu

bersekolah, atau para ustaz yang terpecaya. Termasuk pula mencari informasi tentang beasiswa. Insya Allah, apabila kita serius, pihak sekolah pun akan membantu.
Kelima, andai kita sudah “mentok” semisal tidak mendapatkan rekomendasi beasiswa, ibu bisa datang langsung ke pesantren tertentu yang bisa dimasuki anak, bicara langsung dangan kiainya, pimpinan atau pengelola pesantren. Berbicaralah apa adanya. Insya Allah, mereka akan siap membantu. Para pengelola pesantren tidak mendirikan pondok untuk kepentingan komersil, tapi semata-mata untuk beribadah dan berkhidmat kepada umat.
Semoga Allah Azza wa Jalla memudahkan urusan Ibu. Dan kelak, anaknya bisa menjadi ulama. Âmîn ya Rabb.