Dari Mana Datangnya Kebahagiaan ?

Hadirin, rekan-rekan sekalian yang berbahagia..

Ada orang-orang yang menganggap bahwa kemuliaan itu datang dari dunia, kemudian orang-orang saling berlomba-lomba mencari dunia. Akan tetapi dunia diciptakan tidak untuk membahagiakan kita,  kecuali seperti fatamorgana. Itulah sebabnya orang kaya sulit untuk bahagia, karena terus merasa lapar hatinya, diberikan satu gunung emas, maka hatinya akan mencari satu gunung emas lagi, dan terus membuat seseorang semakin tamak dan rakus. Bukankah hal tersebut sesuatu yang sangat meletihkan sekali saudara-saudara?

Nikmat dunia itu datangnya bukan dari keinginan kita terhadap dunia, tetapi nikmat itu berasal dari rasa syukur kita terhadap apa yang kita punya. Jadi jika seseorang diberi nikmat dunia, namun ia tidak bersyukur maka dia tidak akan merasakan bahagia, oleh karena itu tidak perlu merasa iri dan silau kepada orang yang kaya raya, yang memiliki rumah megah dan harta melipah, karena Allah Ta’ala tidak menyimpan kemuliaan pada dunia, kecuali harta itu diraih dengan cara yang haq dan dimanfaatkan bagi orang yang banyak.

Hadirin sahabat sekalian, yang Maha membagikan rezeki atau harta itu adalah Allah, makanya rezeki itu tidak akan pernah tertukar, apa yang menjadi milik kita pasti akan kembali kepada kita dan sebaliknya apa yang menjadi milik orang lain tidak akan pernah menjadi milik kita. Ada juga diantara manusia yang diberi harta secara bathil karena pilihan seseorang tersebut, maka ia pasti akan menderita. Makanya tidak perlu iri kepada orang yang jahat, maling atau koruptor.

Sahabat-sahabat sekalian..

Allah tidak akan pernah menyimpan kebahagian pada kemaksiatan, Allah tidak memberikan kebahagian pada dosa, akan tetapi Allah Ta’ala akan memberikan kebahagian pada ketaatan.

Kenapa seseorang bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu? Karena sesuatu dianggap dapat memuliakan dirinya, maka kita akan tertipu oleh nikmat dunia yang sifatnya hanya sementara dan akhirnya membuat kita sengsara. Mari kita evaluasi diri untuk mendekatkan diri kembali kepada Allah Ta’ala, bersyukur atas nikmat yang kita miliki, dan mengontrol hati agar tidak bergantung pada dunia. Wallahu a’lam bishowab.

(KH. Abdullah Gymnastiar)