ERA DIGITAL DALAM DAKWAH
Dalam bahasa sederhana, era digital bisa dimaknai sebagai sebuah masa/era dimana peranan teknologi digital (yaitu teknologi berbasis komputer) telah memegang peranan yang sangat signifikan dalam kehidupan sehari-hari, baik kehidupan sosial maupun komersial. Era Digital ini pada awalnya ditandai dengan hadirnya internet (yang merupakan teknologi komunikasi berbasiskan jaringan komputer) dalam kehidupan manusia, dimana saat itu orang mulai menggunakan internet di sekitar awal tahun 1980-an untuk mengirimkan e-mail.
Pada era digital seperti saat ini telah membuat teknologi digital digunakan sebagai “tulang punggung” dalam dunia bisnis, bahkan sebagian orang menyebut bahwa era digital ini mulai melahirkan apa yang disebut dengan istilah disruptive technology, yaitu munculnya bisnis-bisnis baru berbasis teknologi digital yang sangat inovatif sehingga berdampak “mengganggu” kemapanan bisnis konvensional yang selama ini sudah berjalan. Contoh nyata antara lain adalah: model transportasi online (seperti gojek, grab, dan sebagainya) yang telah mengganggu kemapanan bisnis transportasi konvensional (seperti taksi konvensional), model travel online (seperti traveloka, ticket.com, dan sebagainya) yang mempengaruhi bisnis travel agent konvensional, model e-marketplace (seperti tokopedia, bukalapak, lazada, dll.) yang mempengaruhi model bisnis jaringan toko retail konvensional, juga munculnya model bisnis digital banking yang mengurangi penggunaan uang cash dalam bertransaksi (dengan berbagai produk cashless seperti e-wallet, e-money, dsb.) yang mempengaruhi kemapanan bisnis bank konvensional yang selama ini berjalan. Itu semua adalah kenyataan yang terjadi di era digital seperti sekarang yang tidak mungkin dihindari atau dimusuhi, sehingga semua pihak (termasuk dunia bisnis) harus mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut. Hal ini berpengaruh besar pada perubahan model bisnis dari berbagai sektor industri yang terdampak oleh disruptive technology tersebut.
Hal yang sama sebetulnya dihadapi oleh dunia dakwah Islam. Kalau dulu, model dakwah yang dilakukan adalah hanya melalui tatap muka langsung dengan pengajar/ulama dalam satu majelis ilmu atau dengan cara membaca karya tulis/buku buah karya para ulama dan cendekiawan muslim. Setelah munculnya era dakwah melalui media elektronik televisi dan radio, dimana interaksi antara penceramah dengan khalayak kebanyakan berlangsung 1 arah, maka muncullah era digital dalam dakwah. Di era digital seperti saat ini, dimana penetrasi internet dan HP sudah sedemikian tingginya, maka masyarakat dan jamaah (khususnya generasi muda yang relatif sangat dekat dengan dunia digital dan internet) memiliki banyak pilihan untuk mendapatkan ilmu tanpa harus hadir secara fisik di berbagai majelis ilmu yang ada. Sehingga tidak heran bahwa meskipun model dakwah “konvensional’ melalui tatap muka langsung di majelis ilmu tersebut tetap ramai dilakukan, namun berbagai konten dakwah itu mulai didistribusikan melalui berbagai kanal digital baru yang ada, seperti youtube channel, live streaming di FB, VOD (video on Demand), dan sebagainya. Ini membuat konten dakwah tersebut bersifat “timeless” alias tidak terbatas oleh waktu sehingga bisa diakses dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Era digital dalam dakwah ini juga ditandai dengan menguatnya peran media sosial dalam interaksi antara penceramah dengan jamaah, dimana proses komunikasi bisa dibangun secara instan dengan model 2 arah (dimana jamaah bisa menyampaikan pertanyaan/pendapat langsung kepada para ustad/ustadzah sebagai penceramah melalui berbagai akun media sosial, seperti FB, Twitter, IG, dan sebagainya).
Jadi, era digital dalam dakwah ini memang di satu sisi mendorong tumbuhnya peluang baru untuk memperluas jangkauan dakwah dari para ulama dan cendekiawan muslim sebagai sumber ilmu dan hikmah bagi umat, tapi di sisi lain jika tidak disikapi dengan proses adaptasi yang tepat akan bisa menjauhkan ilmu agama dari para generasi muda yang kebanyakan mengakses berbagai informasi apapun dari dunia internet. Semoga era digital dalam dakwah ini akan mampu melahirkan generasi muda yang nantinya akan tumbuh menjadi para Mujahid Digital yang tangguh dalam mengawal umat Islam dari berbagai serbuan paham dan pemikiran di dunia digital yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. (by: Adam Bachtiar)