Islam Tidak Melarang Teknologi, Asal…

Islam merupakan agama yang sesuai di semua zaman dan tempat (al-Islam al-shalih li kulli zaman wa makan). Begitu juga di era digital yang serba hi-tech, Islam tetap bisa beriringan dengan segala perkembangannya. Islam, yang jelas dan tegas aturannya, bisa “berkompromi” dalam menentukan hukum, tata cara, dan peranan teknologi dalam kehidupan seorang muslim.

Islam tidak melarang teknologi. Mengapa? Karena teknologi dapat digunakan untuk beraktivitas positif, mengeksplorasi, kemajuan dakwah, dan sarana untuk lebih mengenal Allah SWT. Sebaliknya, Allah melarang keras penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk keburukan.

Hal ini secara umum dapat dilihat dari salah satu ayat al-Quran yang menyatakan bahwa Nabi Daud memanfaatkan baju besi—teknologi perang saat itu—untuk melindungi diri. Allah berfirman, “Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu guna memelihara diri dalam peperanganmu.”(QS. Al-Anbiya[21]:80).

Bahkan, Islam menganjurkan setiap muslim tidak hanya menjadi penikmat segala kemudahan yang hadir dengan dengan teknologi, melainkan juga ikut mengembangkan dan menemukan inovasi teknologi baru.

Sejarah Peradaban Islam mencatat, banyak ilmuan muslim sekaligus rekayasawan (engineer) yang tangguh, produktif, dan inovatif dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di era keemasan Islam pada abad ke-7 M, para cendekiawan Muslim telah mengelompokkan ilmu-ilmu yang bersifat teknologi di antaranya optik, teknik sipil, geografi, dan geologi. Mereka diberi gelar muhandis. Banyak di antara ilmuwan Muslim, pada masa itu, yang juga merangkap sebagai rekayasawan. Contohnya, al-Razi, seorang ilmuan muslim ahli kimia, yang juga seorang rekayasawan.

Kemudahan Beramal

Perkembangan teknologi terjadi di berbagai bidang, misalnya layanan keuangan. Perpaduan antara teknologi dan layanan keuangan ini disebut financial technology (Fintech). Teknologi ini diawali dengan inovasi kartu kredit di tahun 1960-an. Kemudian disusul dengan munculnya kartu debet dan ATM (Automatic Teller Machine)  di tahun 1970-an. Teknologi ini semakin berkembang pesat, saat munculnya teknologi mobile.

Di era digital ini fintech sudah memasuki era fintech 3.0. Dengan Fintech, semua layanan keuangan bisa dengan mudah didapatkan oleh masyarakat, di antaranya layanan perbankan, manajemen keuangan, crowdfunding (penghimpunan), dan (intermediasi) pembiayaan (peer-to-peer lending).

Fintech menjadi peluang bagi Lembaga Zakat Infak Sedekah dan Wakaf (Ziswaf) untuk terus memberikan kemudahan sekaligus edukasi kepada masyarakat. Dengan demikian, masyarakat memiliki peluang lebih besar untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan menyisihkan hartanya.

Di era digital, Ziswaf bisa ditunaikan di mana pun, kapan pun, asal tersambung ke internet. Setiap lembaga Ziswaf berusaha mengembangkan aplikasinya. Wakaf DT misalnya. Saat ini Wakaf DT mengembangkan aplikasi bernama Wakaf DT untuk ponsel pintar dengan sistem operasi Android dan wakaf yang bisa dilakukan langsung secara daring di laman situnya.

Lembaga Ziswaf juga bekerja sama dengan fintech ber-platform crowdfunding untuk memberikan kemudahan, seperti Kitabisa atau Ammana. Begitu juga dengan marketplace dan layanan e-money, lembaga wakaf bekerja sama untuk memberikan kemudahan berwakaf. Di marketplace, wakaf bisa ditunaikan layaknya belanja online. Masyarakat tinggal memilih program wakaf uang diinginkan, kemudian memilih metode pembayaran.

Selain berwakaf, sedekah, infak, dan zakat melalui aplikasi khusus, semua amalan itu juga bisa dengan mudah melalui e-banking yang sudah lebih dulu ada. Masyarakat tinggal mentransfernya melalui berbagai kanal e-banking, dari mulai SMS Banking, Internet Banking, atau Mobile Banking.

Dengan berbagai kemudahan di era digital ini, umat muslim bisa semakin efektif dan efisien dalam beramal. Di waktu yang sama, umat Islam juga jangan hanya terlena dengan berbagai kemudahan itu. Umat Islam juga harus ikut berupaya untuk terus mengembangkan dan menemukan inovasi teknologi untuk mempermudah mereka mendekatkan diri kepada Allah.

Oleh : Agus Iskandar Santri Daarut Tauhiid, sumber foto : IslamWiki