Sikap Singapura Terhadap UAS Dinilai Menggambarkan Islamophobia

JAKARTA – Ferry Juliantono, Ketua Desk Anti-Islamophobia PP Syarikat Islam, menilai Kementerian Dalam Negeri menyampaikan sikap resmi pemerintah Singapura tentang alasan pelarangan Ustad Abdul Shomad (UAS) masuk ke Singapura, sangat menggambarkan sikap Islamofobia.

“Alasan yang diberikan seperti mengenai posisi UAS di Palestina sangat bertentangan dengan sikap masyarakat Indonesia yang selama ini memperjuangkan kemerdekaan Palestina,” kata Ferry dalam siaran persnya, Rabu (18/5/2022).

Misalnya, pernyataan UAS tentang penggunaan bom bunuh diri karena merupakan metode yang diperbolehkan dalam situasi perang. Lebih jauh lagi, masyarakat internasional tahu bahwa Palestina menderita atas Israel dan penindasan militer, dan banyak negara mendukungnya. Termasuk Singapura yang masih menjalin hubungan dengan Negara Israel.

Oleh karena itu, menurut Ferry, sikap pemerintah Singapura harus diselesaikan secara tegas oleh pemerintah Indonesia dan umat Islam. Sikap Singapura itu menyinggung umat Islam Indonesia yang sangat menghormati Ulama, dan mencampuri wibawa bangsa Indonesia dalam hubungan internasional.

“Selanjutnya, mulai 15 Maret 2022, Majelis Umum PBB telah mengadopsi resolusi untuk memerangi Islamofobia, yang harus dipertimbangkan untuk diterapkan oleh semua negara anggota PBB,” kata Ferry.

Lebih lanjut, lanjutnya, UAS merupakan ustadz yang misinya di Indonesia banyak diminati oleh umat Islam dan masyarakat luas. Semua institusi dan media di Indonesia mencantumkan UAS sebagai salah satu dosen yang disegani.

Isi ceramahnya dapat dijelaskan secara ilmiah, khususnya Al Quran dan Hadist. Masyarakat Indonesia yang telah mendengar dan mempelajari materi dakwah UAS sangat terbantu dalam pemahaman agamanya dan tidak menjadi yang dikhawatirkan oleh Singapura. Sebagai negara mayoritas muslim, Umat Islam Indonesia terbukti menjaga kerukunan dan melindungi kaum minoritas.

Untuk itu, Ferry mendesak pemerintah Singapura untuk meminta maaf kepada pemerintah Indonesia atas sistem drone tersebut. “Pemerintah harus memanggil duta besar Indonesia untuk menjelaskan,” katanya.

Dalam hal ini, Polri akan mengevaluasi kembali kebijakan terkait radikalisme, terorisme, yang kurang relevan dan sering dijadikan acuan di dalam dan luar negeri.

Pemerintah Indonesia dan masyarakat Indonesia harus mengambil langkah aktif untuk mendukung resolusi PBB tentang anti-Islamofobia agar dapat lebih menciptakan persatuan dan kerukunan bangsa, khususnya di Indonesia. (Wahid)

Red: WIN

________________________

daaruttauhiid.org

Ref: Republika, Riaueksis