Sunnah-Sunnah Saat Bayi Lahir

Pertama, mengadzani anak yang baru lahir merupakan upaya dari orang tua yang dilakukan kepada anaknya yang baru lahir agar kalimat pertama yang didengar oleh sang anak adalah perintah untuk menyembah Allah Ta’ala.

Dari ‘Ubaidillah bin Abi Rofi’, dari ayahnya (Abu Rofi’), beliau berkata,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ

Aku telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumandangkan adzan di telinga Al Hasan bin ‘Ali ketika Fathimah melahirkannya dengan adzan shalat.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)

Meskipun beberapa ulama ada yang berbeda pendapat terkait dengan kedudukan hadits ini, tetapi bebarapa ulama lainnya menganggap boleh melakukan hal ini karena sunah, boleh dilakukan atau tidak dilakukan.

Kedua, memberi nama yang baik bagi anak juga merupakan salah satu dari hal yang nabi sunnahkan. Karena nama adalah panggilan yang akan digunakan oleh orang lain kepada seseorang sampai ia wafat, maka dengan memberi nama yang baik selain dari agar mendapat panggilan yang baik, juga sebagai doa dari orang tua agar anaknya sesuai dengan doa orang tuanya.

Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وُلِدَ لِىَ اللَّيْلَةَ غُلاَمٌ فَسَمَّيْتُهُ بِاسْمِ أَبِى إِبْرَاهِيمَ

Semalam telah lahir anakku dan kuberi nama seperti ayahku yaitu Ibrahim.” (HR. Muslim no. 2315).

Ketiga, Rasul mencontohkan untuk mentahnik (menempelkan kurma di langit-langit mulut bayi) dan mendoakan kebaikan untuk sang bayi. Sebagaimana dalam hadits Nabi.

Dari Abu Musa, ia mengatakan,

وُلِدَ لِى غُلاَمٌ ، فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ ، فَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ ، وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ ، وَدَفَعَهُ إِلَىَّ ، وَكَانَ أَكْبَرَ وَلَدِ أَبِى مُوسَى

Anak laki-lakiku lahir, kemudian aku membawanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau lalu memberinya nama Ibrahim, beliau menyuapinya dengan kunyahan kurma dan mendoakannya dengan keberkahan, setelah itu menyerahkannya kepadaku.” Ibrahim adalah anak tertua Abu Musa.” (HR. Bukhari no. 5467, 6198  dan Muslim no. 2145).

Keempat, Aqiqah dan memotong rambutnya. Nabi mengajarkan untuk anak laki-laki dengan memotong dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor kambing. Perintah ini harus dijalankan oleh orang tua tetapi juga menyesuaikan dengan kemampuan orang tuanya untuk berqurban.

Dari Samurah bin Jundub bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى

“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuhnya, dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Daud no. 2838, An Nasai no. 4220, Ibnu Majah no. 3165, Ahmad).

Kelima, khitan disunnahkan oleh Nabi selain sebagai syariat, khitan juga ternyata membersihkan kotoran-kotoran yang tertinggal di sela-sela kemaluan yang jika tidak dibersihkan akan menimbulkan penyakit. Khitan juga disunnahkan bagi mualaf yang sebelumnya belum berkhitan sebagai bentuk mensucikan diri.

dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ بَعْدَ ثَمَانِينَ سَنَةً وَاخْتَتَنَ بِالْقَدُومِ

“Ibrahim berkhitan setelah mencapai usia 80 tahun, dan beliau berkhitan dengan Al Qodum.” (HR. Bukhari)

Nabi memerintah laki-laki yang baru masuk Islam dengan sabdanya,

أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ

“Hilangkanlah rambut kekafiran yang ada padamu dan berkhitanlah.” (HR. Abu Daud dan Baihaqi, dan dihasankan oleh Al Albani). (Wahid)