Kriteria Ijab Qobul yang Harus Dipenuhi Dalam Jual Beli

Salah satu rukun jual beli adalah adanya Ijab Qobul. Ijab adalah perkataan yang diucapkan oleh penjual dalam mengutarakan keinginannya. Sedangkan Qabul ialah perkataan yang diucapkan oleh pembeli dalam menerima akad tersebut. Dalam jual beli, Ijab Qabul merupakan bagian penting yang harus dipenuhi, bahkan Imam Syafi’i mengatakan Tidak sah akad jual beli kecuali dengan shigat (ijab qabul) yang diucapkan.

Dalam buku yang berjudul Judul Buku Fiqih Jual-beli yang ditulis oleh Ahmad Sarwat, Lc. MA, ia menyebutkan kriteria ijab qobul harus terpenuhi dalam jual beli, berikut kriteria ijab dan qobul :

Pertama, Tidak Boleh Bertentangan. Agar ijab dan qabul menjadi sah, para ulama sepakat bahwa antara keduanya tidak boleh terjadi pertentangan yang berlawanan, baik dalam masalah barang, harga atau pun dalam masalah tunainya pembayaran. Misalkan diantaranya adalah:

  • Berbeda Barang

Contoh ijab qabul yang tidak sah, karena berbeda barang adalah ketika penjual berkata,”Saya jual buku  ini dengan harga 10 ribu”, lalu pembeli berkata,”Saya beli tas ini dengan harga 10 ribu”. Ijab dan qabul dalam akad ini bertentangan dalam masalah harga, maka jual-beli tidak sah.

  • Berbeda Harga

Contoh ijab qabul yang tidak sah, karena berbeda harga adalah ketika penjual berkata,”Saya jual buku ini dengan harga 10 ribu”, lalu pembeli berkata,”Saya beli buku ini dengan harga 5 ribu”. Ijab dan qabul dalam akad ini bertentangan dalam masalah harga, maka jual-beli tidak sah.

  • Berbeda Waktu Pembayaran

Contoh ijab qabul yang tidak sah, karena berbeda waktu pembayaran adalah ketika penjual berkata,”Saya jual buku ini dengan harga 10 ribu tunai”, lalu pembeli berkata,”Saya beli buku ini dengan harga 10 ribu dengan cara hutang”. Ijab dan qabul dalam akad ini bertentangan dalam masalah harga, maka jual-beli tidak sah.

Kedua, Sighat Madhi. Dalam bahasa Arab, sighat akad harus diucapkan dalam bentuk madhi, atau sesuatu perbuatan yang sudah lewat waktunya. Misalnya kata bi’tuka yang berarti,”Aku telah menjual kepadamu”, atau lafadz isytaraitu (yang berarti Aku telah membeli). Tujuan penggunaan bentuk lampau (past) adalah untuk memastikan bahwa akad ini sah dan sudah terjadi keputusan antara kedua belah pihak.

Barangkali dalam bahasa populer sering disebut dengan istilah deal. Maka sighat itu diucapkan dalam bentuk lampau. Dan ijab atau qabul tidak boleh dinyatakan dalam bentuk istifham atau bentuk pertanyaan. Misalnya penjual bertanya kepada pembeli,“Maukah kamu beli buku ini dengan harga 10 ribu?”. Maka lafadz ijab ini tidak sah.

Ketiga, Tidak Butuh Saksi. Umumnya para ulama sepakat bahwa akad jual-beli tidak disyaratkan adanya saksi. Boleh dengan tulisan atau isyarat. Sebagian ulama mengatakan bahwa akad itu harus dengan lafadz yang diucapkan. Kecuali bila barang yang diperjual-belikan termasuk barang yang rendah nilainya. Namun ulama lain membolehkan akad jual-beli dengan sistem mu’athaah, (yaitu kesepakatan antara penjual dan pembeli untuk bertransaksi tanpa mengucapkan lafadz. Wallahu a’lam bishowab.

(Shabirin)

 

Bagi Jama’ah sekalian yang tertarik untuk berkontribusi terhadap syiar dakwah dan wakaf untuk pembangunan sarana ibadah & belajar santri, bisa menyalurkannya melalui rekening berikut:

Bank Syariah Indonesia (BSI) 9255.373.000 an Yayasan Daarut Tauhiid