Wakaf DT, Pionir Berbisnis sembari Berwakaf

Lembaga yang berbasis wakaf pesantren harusnya memberikan penguatan tauhid kepada para pengelolanya serta pemahaman fikih wakaf yang menyeluruh. Selain mengelola dana wakaf yang terhimpun, mengelola aset menjadi fasilitas bagi masyarakat berdaya secara finansial pun hendaknya dioptimalkan.

Berlandaskan pemikiran tersebut, Wakaf Daarut Tauhiid (DT) memperkenalkan konsep Kawasan Wakaf Terpadu. Ada pun terkait konsep ini, Kawasan Wakaf Terpadu merupakan pemanfaatan lahan wakaf yang menyinergikan berbagai potensi umat. Perkembangannya amat signifikan. Tidak hanya di Bandung, tetapi sudah ada di berbagai daerah.

Kawasan Wakaf Terpadu DT kini menjadi salah satu model bagi pengelolaan wakaf produktif di Indonesia. Produktif dalam arti aset yang dikelola harus mendatangkan nilai tambah secara ekonomi. Hasil penelitian terbaru yang dilakukan Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Kementerian Agama Republik Indonesia begitu mengejutkan. Lahan wakaf di Indonesia perlu adanya perbaikan dari sisi sistem pengelolaan dan pendayagunaan.

Jumlah tanah wakaf di Indonesia sendiri diperkirakan sekitar 4 milyar meter persegi. Hanya 10% yang dikelola dengan baik dan profesional. Sisanya, terbengkalai dan tidak terurus. Wakaf yang belum tersistem dan kemampuan ilmu pengelolaan wakaf para nadzir menjadi kendala.

Hal yang Dilakukan DT
DT menempatkan 40-50% dari asetnya untuk dikelola secara produktif. Artinya harus menghasilkan benefit atau keuntungan yang dipergunakan membiayai program-program pesantren dan operasionalnya.

Untuk mengoptimalkan wakaf agar menjadi kekuatan ekonomi, keilmuan seorang nadzir (pengelola) wakaf sangat diperlukan. Seorang nadzir harus memiliki keilmuan syariah dan keuangan. Bahkan seorang nadzir dituntut memiliki ilmu investasi. sehingga manfaat wakaf bisa optimal berdampak kepada umat.

Berbisnis sembari Berwakaf
Kalimat ini mungkin belum terlalu lazim didengar oleh sebagian kalangan. Siapa kira ini merupakan cara efektif memakmurkan tanah wakaf. Sebagaimana dikatakan Nadzir Wakaf DT H. Muhammad Iskandar dalam Bincang Bisnis melalui Kanal MQTV. Iskandar mengatakan perkembangan wakaf haruslah signifikan dari waktu ke waktu. Karena menurutnya, pengelolaan wakaf yang baik, bisa berdampak ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Iskandar pun menyampaikan jika wakaf ingin berkembang, pendekatannya harus wakafpreneur. Lalu, apakah bermasalah jika berbisnis sambil berwakaf? Mengutip dari Iskandar, tidak masalah berbisnis berbasis wakaf. Ketika muwakif mengetahui harta itu sudah dititipkan kepada Allah Ta’alla dan tidak milik siapa pun, justru dengan cara wakafpreneur, akan terasa berkah dan memperkaya umat dalam sisi materi. Dibandingkan berbisnis berbasis badan hukum Perseroan Terbatas (PT), karena hanya memperkaya pemilik modal saja.

DT pun telah memberikan contohnya, berbisnis berbasis wakaf. Seperti pengelolaan SMM DT dan ruko-ruko di sampingnya yang merupakan kolaborasi Wakaf DT dengan Kopontren DT. Pemanfaatan tanah wakaf akan tampak dan terasa. Seperti itulah harapan yang harus dimiliki nadzir, ketika aset wakaf ada dampak ekonomi yang dirasakan. Para muwakif pun semakin percaya pada kemakmuran tanah wakaf. (Eko)